GRAFIK PERGERAKAN HARGA DINAR

Selasa, 08 September 2009

PDFPrintE-mail
CONTAGION: EPIDEMI FINANSIAL DAN CARA MENGATASINYA
Written by Muhaimin Iqbal

Contagion

Judul tulisan ini saya ambilkan dari buku CONTAGION: THE FINANCIAL EPIDEMIC THAT IS SWEEPING THE GLOBAL ECONOMY…AND HOW TO PROTECT YOURSELF FROM IT, karya John R. Talbott (John Wiley & Sons, 2009). Karya dari penulis ini sebelumnya yang terkenal adalah THE COMING CRASH IN THE HOUSING MARKET (2003) yang berisi prediksinya tentang krisis perumahan Amerika yang ternyata terbukti benar dalam krisis finansial satu setengah tahun terakhir.

Bila kita buka di kamus, contagion berarti penularan penyakit secara langsung maupun tidak langsung. John Talbott dalam bukunya yang baru tersebut menggunakan istilah ini untuk menggambarkan betapa luasnya penyebaran penyakit krisis finansial global yang diawali dari krisis subprime mortgage di Amerika satu setengah tahun lalu itu.

Epidemi finansial ini mulanya menular dari subprime ke prime (dari kredit-kredit yang buruk menular ke kredit yang baik sekalipun), dari wall street ke main street (dari bursa saham ke sektor riil) dan dari Amerika ke seluruh dunia. Masih menurut penulis ini pula, krisis ini belum akan berakhir dalam waktu dekat – jurang resesi yang ditimbulkannya belum ketahuan ujungnya.

Penyebabnya adalah, orang-orang yang kehilangan pekerjaan di Amerika dan negara-negara yang ketularan epidemi ini – saat ini masih memiliki uang sisa-sisa pesangonnya untuk membeli kebutuhan mereka sehari hari. Orang-orang yang harus menjual rumahnya sebagai dampak dari krisis, masih pula memiliki sisa-sisa ‘keuntungan’ dari harga rumah yang sempat booming sebelum krisis terjadi.

Namun kemampuan bertahan menggunakan sisa-sisa ‘tabungan’ tersebut tentu tidak berkelanjutan, tahun-tahun mendatang akan diwarnai oleh daya beli yang semakin rendah. Daya beli yang rendah akan mengurangi konsumsi, yang berarti juga menurunkan produksi. Penurunan produksi secara massal akan menurunkan putaran ekonomi, yang berarti krisis demi krisis yang semakin dalam masih mungkin sekali terjadi.

Nah yang sekarang penting sebenarnya bukan pemahaman akan krisisnya sendiri, tetapi bagaimana kita bisa keluar dari skenario buruk epidemi finansial ini. Yang menarik adalah penggunaan emas sebagai salah satu solusi yang ditawarkan oleh penulis yang saya terjemahkan langsung di alinea berikut :

Komoditi yang paling murni yang cukup untuk melindungi daya beli Anda adalah investasi di emas. Karena ada cukup tersedia cadangan emas di dunia, namun pertambahan produksi pertambangannya yang relatif terbatas terhadap cadangan emas yang sudah ada, membuat emas akan menjadi uang yang baik. Emas tidak bisa di-inflasi-kan karena jumlahnya tidak bisa ditambah/ diperbesar begitu saja. Bahkan emas lebih baik dari Dollar…”. (hal 173).

Sayangnya John Talbott tidak memberikan solusi yang lebih berarti, yang bersifat kuratif atau mengobati krisis – yang ditawarkannya baru sebatas preventif, bagaimana bertahan untuk tidak menjadi korban dari krisis.

Menurut saya sendiri, emas memang memadai untuk membentengi diri dari bencana krisis ini. Emas juga dapat berperan sebagai senjata untuk bertahan (preventif) – dia mampu untuk mempertahankan daya belinya dalam krisis sekalipun, tetapi emas sendiri tidak menggerakkan ekonomi atau menyembuhkan ekonomi (kuratif) dari serangan epidemi finansial – bila emas tidak diputar atau digunakan untuk memutar ekonomi.

Cara yang pasti mujarab untuk mengantisipasi dan melawan penyakit epidemi finansial global adalah cara yang bisa kita ambil dari sumber yang kebenarannya dijamin sampai akhir jaman yaitu Al-Qur’an. Resep ini adanya di Surat Yusuf Ayat 47 yang terjemahannya sebagai berikut :

Yusuf berkata: "Supaya kamu bertanam tujuh tahun (lamanya) sebagaimana biasa; maka apa yang kamu tuai hendaklah kamu biarkan dibulirnya kecuali sedikit untuk kamu makan.”

Inti dari solusi Qur’ani ini adalah menanam atau bekerja secara sungguh-sungguh untuk secara cukup bisa memproduksi kebutuhan kita, lebih dari cukup sehingga bisa dikonsumsi saat ini sebagian dan sebagiannya lagi disimpan. Ketika menyimpan-nya –pun harus ‘dibulirnya’ yaitu berupa sesuatu yang tidak busuk dan tetap subur sampai kelak siap ditanam kembali.

Kalau ‘hasil panen’ atau penghasilan orang jaman sekarang adalah berupa uang, maka uang kertas adalah uang yang mudah rusak nilainya. Ketika disimpan untuk ditanam kembali kelak sekian tahun yang akan datang, ‘daya tumbuh’nya rendah. Sebaliknya uang yang tidak rusak dan nilainya tetap ‘subur’ atau uang yang bertahan ‘dibulirnya’ tersebut antara lain adalah uang emas (Dinar) – jadi John Talbott benar dalam hal ini karena yang disampaikannya sama dengan Al-Qur’an.

Namun ingat bahwa emas atau Dinar hanyalah hasil ‘panenan’ yang untuk sementara kita pertahankan ‘dibulirnya’. Pada waktunya haruslah ‘ditanam’ atau diinvestasikan kembali untuk menggerakkan sektor riil, yang hasilnya sebagian dikonsumsi – sebagian lagi disimpan ‘dibulirnya’. Demikian terus berputar sehingga krisis epidemi finansial bisa kita lawan dengan resep yang benar.

Jadi bagi Anda yang sudah menyimpan hasil panen Anda ‘dibulirnya’, pada waktu yang baik Anda hendaknya menanam kembali simpanan tersebut ke sektor riil untuk menggerakkan ekonomi. Tidak mudah memang, maka dari itulah kita lahirkan program Pesantren Wirausaha – agar kita bisa belajar bareng untuk menggerakkan sektor riil ini, sebagai pengusaha – bukan sebagai pegawai.

Simpanan Anda yang sekarang ada ‘dibulirnya’ berupa emas atau Dinar akan bernilai lebih bila diputar dalam bentuk usaha sektor riil yang berjalan baik; Sebaliknya bila ditukar kembali ke bentuk investasi finansial seperti tabungan, deposito, reksa dana dan sejenisnya – meskipun Anda mendapat nilai/angka yang besar – sejatinya Anda melepas hasil panen Anda dari bulirnya, menjadi rentan dan mudah rusak nilainya. Wa Allahu A’lam.