GRAFIK PERGERAKAN HARGA DINAR

Kamis, 04 September 2014

AYO MEMBELI KOIN DINAR

Jakarta, 04 September 2014
Salam pelanggan dan calon pelanggan mahmud dinar semuanya.

 Beberapa bulan belakangan ini harga dinar cenderung turun. Akan tetapi saya kira bagi yang berminat investasi jangka panjang, kondisi ini merupakan kesempatan emas untuk memulai, karena berarti anda bisa memulai dengan harga yang murah. Insya Allah harga emas sejatinya akan kokoh terhadap mata uang apapun. Sehingga dengan berinvestasi koin dinar, anda telah menjaga nilai aset anda dari inflasi.Wallohu a'lam.  

Alhamdulillah, sampai saat ini mahmud dinar masih merupakan agen aktif dari gerai dinar. Walaupun saya sebagai agen tidak memiliki gerai khusus yang buka setiap hari kerja, bagi yang berminat untuk membeli koin dinar dapat langsung menghubungi saya di nomor telepon yang tercantum di blog ini atau bisa melalui kontak PIN BB saya. Insya Allah saya usahakan kemudahan transaksi bagi anda yang berminat membeli koin dinar.

Mari kita mulai berinvestasi dengan KOIN DINAR!   


Selasa, 10 September 2013

Menggapai Tujuan Hidup…

 Jumat, 30 Agustus 2013
Oleh : Muhaimin Iqbal

Sebuah study terhadap alumni Harvard University[1] – salah satu perguruan tinggi terbaik dunia – menemukan fakta bahwa sangat sedikit lulusan mereka yang membiasakan diri menulis tujuan hidupnya, hanya sekitar 3 %. Dan ternyata yang sangat sedikit inilah yang sukses dalam perjalanan hidupnya menurut standar mereka. Semua belajar hal yang sama, tetapi sedikit sekali yang sukses – apa yang membedakannya ?

Nampaknya sederhana, hanya menuliskan apa tujuan hidup mereka – tetapi ini ternyata berkorelasi langsung dengan tingkat pencapaian tujuan itu. Mengapa demikian ?


Orang-orang yang sampai menuliskan tujuan hidupnya – dia setidaknya tahu apa tujuan hidupnya. Setelah tahu dan kemudian meyakininya, dia akan memiliki passion dalam mengejar tujuan itu. Passion inilah yang kemudian menjadi motor penggerak yang mengantarkannya ke pencapaian tujuan yang dimaksud.


Sebaliknya orang-orang yang tidak pernah menuliskan tujuan hidupnya, bisa jadi dia memang tidak tahu atau setidaknya tidak yakin tentang tujuan hidupnya. Bila dia tidak tahu atau tidak yakin, ke arah mana dia akan memfokuskan passion-nya ? Kemungkinan besar dia akan bekerja mengikuti passion orang-orang lain atau lingkungannya. Seperti kayu yang mengalir terbawa arus, dia tidak tahu akan berlabuh dimana.

Tujuan hidup merupakan sesuatu yang sangat besar dan merupakan komitmen seumur hidup kita. Tetapi tujuan hidup ini bisa di-setting atau dirumuskan (Goal Setting) pencapiannya sedikit demi sedikit.

Seperti dalam pertanyaan joke ‘bagaimana Anda bisa memakan gajah guling seorang diri sampai habis ?’ jawabannya juga joke ‘ambil pisau dan garpu sebagaimana Anda biasa makan, kemudian dengan pisau tersebut potong kecil-kecil daging gajah seperti Anda makan steak, kemudian dengan garpu di tangan kanan Anda, makanlah daging tersebut sepotong-demi sepotong !’. Tidak masuk akal ? bisa jadi, tetapi itulah step by step-nya bila ingin makan gajah guling sendirian sampai habis.


Maknanya adalah tidak peduli seberapa besar atau seberapa jauh tujuan hidup Anda, tetap harus di-set untuk bisa dijalankan tahap demi tahapnya. Disinilah pentingnya menulis tujuan hidup itu, setidaknya untuk mengingatkan kita apa tujuan besar kita dalam hidup ini, dan sampai mana perjalanannya sekarang.


Dengan mengetahui posisi kita sekarang, relatif terhadap tujuan besar kita – maka kita bisa melakukan langkah-langkah koreksi, upaya percepatannya dlsb. Yang tidak menuliskannya, selain kemungkinan tidak tahu tujuannya – juga bisa jadi dia tahu tujuannya tetapi tidak tahu sampai dimana posisinya saat ini.


Karena tidak tahu posisi relatif saat ini terhadap tujuan, bagaimana dia bisa melakukan koreksi bila ternyata tersesat ? atau melakukan percepatan bilamana ternyata tertinggal ?

Maka perumusan tujuan (Goal Setting) dan pencapaiannya (Goal Achievement) itu seperti ilustrasi berikut :

‘ Seekor Ayam berjalan bareng seekor kambing di pasar. Ketika melihat harga telur 1 keranjang sama dengan 1 kg daging kambing – si ayam tertawa bahagia, telur itulah hasil karya rutinnya. Tetapi si kambing malah mengigil panas dingin karena melihat daging kambing itulah ujung dari komitmen seumur hidupnya’.

Intinya adalah goal setting merupakan pekerjaan sehari-hari yang kita harus senang melakukannya, sedangkan goal achievement adalah puncak pencapaian seumur hidup – jangan sampai kita menyesal di akhirnya. Dengan menulisnya secara rutin, kita seperti sedang membuat road map untuk perjalanan hidup kita – kadang bisa salah, kadang tersesat di belantara – tetapi dengan itu kita bisa melakukan koreksinya. InsyaAllah.

Jumat, 10 Februari 2012

Generasi Yang Hilang

Agar Tidak Menjadi A Lost Generation… PDF Print E-mail
Oleh Muhaimin Iqbal   
Jum'at, 10 Februari 2012 07:26
'A lost generation' awalnya adalah untuk menggambarkan kondisi generasi pasca Perang Dunia I tahun 1920-an, atau disebut juga Generation of 1914 yaitu tahun dimulainya Perang Dunia I.  Istilah ini digunakan untuk menggambarkan suatu kondisi masyarakat dimana mereka kehilangan arah dan pegangan, masyarakat tidak yakin akan dirinya sendiri mau berbuat apa dan untuk apa, tidak ada leadership yang proaktif mengatasi problem-problem yang ada di masyarakat, masyarakat menjadi sekumpulan makhluk hidup yang hanya makan, minum, kawin, punya anak dan kemudian mati. Tidak ada karya yang berarti dan tidak mewariskan nilai-nilai…

Di Indonesia kita mengenal ada generasi atau angkatan 45, yaitu generasinya para pejuang yang ikut terlibat dalam revolusi kemerdekaan yang akhirnya menghasilkan kemerdekaan negeri ini tahun 1945. Dalam skala yang lebih kecil pernah muncul generasi atau angkatan 66, yang terwakili oleh para pemuda dan mahasiswa yang terlibat dalam peralihan dari Orde Lama ke Orde Baru tahun 1966.

Sempat pula muncul istilah angkatan 98 untuk mengappresiasi para mahasiswa yang terlibat dalam reformasi, peralihan dari era Orde Baru ke era Reformasi. Namun sayangnya angkatan 98 ini ibarat bunga dia layu sebelum berkembang. Ketika para tokohnya mendapat kesempatan, sebagian oknum-nya menyia-nyiakannya dengan mengikuti budaya korup para pendahulunya.  Walhasil lebih dari 1 dekade kita memasuki era Reformasi, masih sulit kita sebut generasi apa kita kini ?.

Ketiadaan leadership, panutan atau keteladanan di masyarakat saat ini membuat situasi mirip situasi lost generation pasca PD I  tersebut berulang di negeri ini. Kita tidak yakin siapa yang patut kita pilih seandainya pemilu diadakan hari ini, kita tidak yakin siapa yang bener-bener menegakkan hukum di negeri ini, kita tidak yakin akan adanya pihak/lembaga/institusi yang bener-bener memperjuangkan nasib rakyat.

Namun situasi seperti ini selalu bisa kita ubah, manakala ada sekelompok kecil masyarakat yang memiliki passion untuk mulai membuat perubahan. Perubahan-perubahan ini awalnya bisa saja kecil dan sektoral, tetapi bila perubahan tersebut menular ke masyarakat lain – dampaknya bisa besar. Bisa menjadi Tipping Point  bagi perubahan besar berikutnya.

Keberadaan sekelompok kecil masyarakat yang akan membuat perubahan ini memang juga diperintahkan di dalam Al-Qur’an : “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung” (QS 3 : 104).

Pertanyaannya kemudian adalah siapa yang harusnya melakukan amar ma’ruf nahi munkar ini ?. Seharusnya memang pemerintah yang memiliki kewenangan, aparat dan segala resources yang diperlukannya. Tetapi bila ini-pun tidak terjadi, bukan berarti masyarakat tidak bisa melakukan perubahan-perubahan.

Berikut adalah beberapa di antara perubahan-perubahan atau pekerjaan besar ‘membangun kapal Nabi Nuh’ yang  dapat kita lakukan bersama dengan ‘segolongan umat’ yang ada di sekitar kita.

1.     Pembekalan iman yang baik bagi anak, remaja dan dewasa sehingga dalam situasi apapun mereka punya pegangan dan arah hidup yang dituju.
2.     Pendidikan dan pelatihan life skills yang baik sehingga generasi ini dan generasi kedepan memiliki keunggulannya di tengah persaingan global.
3.     Pengelolaan sumber daya alam yang optimal oleh bangsa sendiri, agar apa yang di sediakan Allah di bumi ini dapat bener-bener digunakan untuk pemakmuran rakyatnya.
4.     Penciptaan system peraturan dan perijinan yang pro penciptaan lapangan kerja dan kemakmuran, agar masyarakat ter-encourage untuk berusaha dan menciptakan lapangan kerja.
5.     Implementasi hukum yang adil, agar terbangun masyarakat yang patuh hukum.
6.     Menciptakan keteladanan-keteladanan di berbagai bidang untuk membangun sikap positif masyarakat akan masa depannya.
7.     Dlsb. dlsb.

Selama masih ada segolongan umat yang tahu betul dan yakin dengan apa yang dilakukannya, insyaAllah generasi ini dan generasi yang akan datang tidak akan menjadi a lost generation…, insyaAllah.

Rabu, 08 Juni 2011

Ayo Kuasai Perdagangan, Agar Kita Tidak Meninggalkan Anak-Anak Yang Lemah...

Oleh Muhaimin Iqbal

Selasa, 07 June 2011 08:10

Dalam sejarah panjang umat Islam yang umurnya lebih dari 14 abad, tidak banyak yang menyadari bahwa kita yang di belahan bumi Nusantara ini pernah menjadi titik yang ikut melemahkan kekuatan ekonomi umat Islam di muka bumi. Kapan itu terjadi ?, yaitu ketika negeri ini dijajah selama 350 tahun oleh Belanda, yang kemudian menguasai sumber daya dan mengeruk hasilnya dari bumi Nusantara ini. Dengan ketidak mampuan kita mempertahankan kedaulatan kita saat itu, bukan hanya penduduk negeri ini saja yang dikalahkan – tetapi sejatinya seluruh kekuatan umat ikut dilemahkan.

Pelemahan kekuatan ekonomi kekhalifahan yang antara lain di trigger oleh pendudukan penjajah Belanda atas bumi Nusantara ini dapat saya kutipkan dari bukunya Bernard Lewis yang berjudul “What Went Wrong?: The Clash Between Islam and Modernity in the Middle East” sbb :

“Dalam periode yang sangat panjang, kopi dan gula diimpor ke Eropa dari atau melalui Timur Tengah. Tetapi kemudian kekuatan kolonial (Eropa) menemukan jalan untuk menanam kopi dan gula (tebu) seluas-luasnya dengan cara yang murah di negeri—negeri jajahan mereka. Mereka melakukan ini dengan seluruh kekuatan sehingga mereka sukses, sampai mereka mampu mengekspor kopi dan gula ke wilayah Kekhalifahan Turki Ustmani. Di akhir abad 18 bila seorang Turki atau seorang Arab menikmati kebiasaan tradisionalnya – meneguk secangkir kopi manis – sangat besar kemungkinannya bahwa kopinya dari Jawa yang diduduki Belanda atau Amerika Latin yang diduduki Spanyol, sedangkan gulanya dari dari West Indies yang diduduki Inggris atau Perancis, hanya air panasnya saja yang lokal (Turki atau Arab)”.

Jadi ketika kita lemah sejatinya bukan hanya kita saja yang lemah, tetapi seluruh umat ini ikut lemah. Dalam contoh diatas, ketika kita bisa dijajah oleh Belanda dan mereka mengeruk hasil bumi (kopi) yang murah dari Nusantara ini – ternyata kopi tersebut bukan hanya mereka nikmati di negaranya sendiri – tetapi di ekspor ke negeri kekhalifahan dan melemahkan kekekuatan ekonomi negeri-negeri tujuan ekspor tersebut.

Maka di dalam Al-Qur’an-pun kita diingatkan untuk tidak meninggalkan keturunan yang lemah “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.” ( QS 3 : 9).

Gejala-gejala melemahnya generasi kita dan anak – anak kita di jaman ini sesungguhnya juga begitu gamblang. Dari munculnya orang-orang mati karena kelaparan, dari 80% penduduk negeri ini yang berpenghasilan kurang dari 20% nishab zakat, dari tinggi badan anak-anak Indonesia yang semakin pendek, dan berbagai indikator lain yang akan mudah kita pahami bila kita mampu dan mau merangkai informasi ‘connecting the dots’ dan mengambil pelajaran dari situasi yang tidak menyenangkan ini.

Data lain yang saya peroleh yang sangat menyedihkan adalah data FAO (Food and Agriculture Organization) yang keluar tahun lalu yang tersaji dalam grafik di bawah. Daerah yang berwarna gelap adalah daerah yang mengkonsumsi daging tinggi, semakin terang semakin sedikit konsumsi daging-nya. Anda bisa lihat warna untuk negeri kita ? sangat terang !. Bila rata-rata penduduk di dunia mengkonsumsi daging 46.6 kg per tahun, kita hanya mengkonsumsi 11.14 kg per tahun.

Dalam hal konsumsi daging ini, kita berada di nomor urut 156 dari 177 negara yang datanya ada di FAO. Jauh dibawah tetangga kita sendiri seperti Brunei yng di no urut 52 (65 kg), Malaysia no urut 75 (48.99 kg) dan bahkan Timor Leste yang berada di no urut 107 (31.37 kg). Apakah ini karena negara kita besar sekali jumlah penduduknya sehingga rata-ratanya menjadi rendah ?, tidak juga !, China yang jumlah penduduknya lebih dari 5 kali jumlah penduduk kita – mereka berada di nomor urut 68 dengan konsumsi daging 53.45 kg per kapita per tahun !.

Dari konsumsi daging yang begitu rendah inilah yang antara lain berakibat langsung pada penurunan tinggi badan dari anak-anak yang lahir di negeri ini. Yang perlu kita juga sangat khawatirkan adalah konsumsi protein yang sejalan dengan konsumsi daging tersebut diatas – yaitu dibawah rata-rata dunia seperti dalam grafik dibawah. Kita perlu kawatir karena kurangnya konsumsi protein bisa berakibat pada penurunan kecerdasan anak-anak negeri ini.

Mengapa kita perlu tahu informasi-informasi seperti ini ?, bukan untuk mengeluh atau menyalahkan siapapun di negeri ini. Dengan informasi yang kita rangkai ini, kita berharap bisa berbuat sesuatu untuk memperbaiki keadaan. Tidak penting besar kecilnya upaya yang bisa kita lakukan, tetapi bila banyak-banyak penduduk negeri ini berniat dan mulai berbuat sesuatu untuk menolong diri kita, anak-anak kita dan umat secara keseluruhan – mudah-mudahan ini bisa mengundang pertolongan Allah yang tiada batas kekuasaanNya.

Apa konkritnya yang bisa kita lakukan ?. Anda bisa mulai dari apa yang Anda punya ilmunya, punya pengalaman atau ketrampilannya. Yang jelas di negeri tropis ini tidak terhitung jenis hewan yang dagingnya halal untuk dimakan – yang mudah dibudi-dayakan. Dari ayam, itik, kambing, domba, sampai kerbau dan sapi semuanya bisa hidup baik di negeri ini. Apakah susah untuk menumbuh kembangkan hewan-hewan ini agar dagingnya tersedia cukup dengan harga yang terjangkau untuk anak cucu kita ?. Insyaallah tidak sesulit merancang pesawat terbang atau pembangkit listrik tenaga nuklir – yang katanya-pun mampu dilakukan pemuda-pemudi terbaik negeri ini.

Ilmunya jelas ada karena begitu banyak lulusan peternakan dan kedokteran hewan dari S1, S2 dan S3 di Indonesia. Sumber daya alam-nya juga begitu mendukung, lantas mengapa sampai kita menjadi bangsa yang kurang mampu dalam hal konsumsi daging dan protein ini ?. Yang belum cukup mungkin adalah para pedagang dan pengusaha yang bukan hanya mengejar keuntungan sesaat, tetapi pedagang dan pengusaha yang menyadari kedudukan strategisnya dalam membangun kekuatan umat dalam jangka panjang.

Yang juga masih kita perlukan lagi adalah kepemimpinan yang bervisi, yang mampu merangkai informasi dan menentukan arah perjalanan bangsa secara confident, memprioritaskan kepentingan yang luas yaitu fokus pada memakmurkan umat atau rakyatnya.

Dan bagi kita kebanyakan rakyat biasa - bukan pemimpin negeri dan belum menjadi pedagang atau pengusaha , waktunya berhenti untuk mengeluh dan mencerca polah tingkah pemimpin dan wakil rakyat kita yang sibuk dengan urusan kelompoknya masing-masing, waktunya untuk berbuat apa yang kita bisa. Untuk memotivasi diri kita ini, ada buku bagus yang terbit sekitar 7 tahun lalu yang di tulis oleh Muhammad Ali Haji Hasyim dengan judul “Bisnis Satu Cabang Jihad” (Pustaka Al-Kautsar, 2003). Buku ini banyak memberi contoh amal-amal shalih yang bisa kita lakukan yang bernilai jihad, yaitu mulai ber-bisnis. Argumennya jelas dan sangat masuk akal, bahwa jihad dalam pengertian perang-pun selalu membutuhkan jiwa dan harta – dari mana harta ini di peroleh secara halal ?, ya dari perdagagangan atau bisnis yang halal.

Perlunya harta untuk memenangkan pertempuran dan mempertahankan kejayaan umat ini menjadi jelas kaitannya manakala kita melihat sejarah bangsa ini yang ditaklukkan penjajah awalnya melalui perdagangan, dan bagaimana hanya gara-gara perkebunan dan perdagangan kopi kita dikuasai penjajah – bukan hanya kita yang kalah, tetapi kita juga telah ikut melemahkan kekuatan ekonomi Kekhalifahan Turki Ustmani di awal tulisan ini – yang akhirnya juga berujung pada keruntuhannya.

Dengan usaha insyaAllah kita bisa menyiapkan generasi yang makan daging dan protein secara cukup, kemudian dengan pendidikan yang baik dari para ustadz dan para pendidik – insyaallah generasi anak-anak kita akan menjadi generasi unggulan, yang menjadi titik kekuatan umat di masa depan bukan menjadi titik lemah seperti yang terjadi sejak Belanda menjajah negeri ini sekian ratus tahun lalu. InsyaAllah !.

Jumat, 06 Mei 2011

Babak Baru Dalam Penyebaran Dinar

Dinar Peruri : Babak Baru Dalam Penyebaran Dinar...
Oleh Muhaimin Iqbal
Jum'at, 06 May 2011 05:48

Sejak pertama kali memperkenalkan Dinar emas ke masyarakat lebih dari tiga tahun lalu, kami sudah mengidentifikasi setidaknya ada dua institusi atau lembaga yang bisa mencetak Dinar dengan kwalitas terbaik dibidangnya di Indonesia yaitu Logam Mulia (LM) – PT. Aneka Tambang, Tbk dan Perum Percetakan Uang Republik Indonesia (Peruri). LM memenuhi standar kwalitas terbaik karena produk mereka diakui secara internasional melalui sertifikasi London Bullion Market Association (LBMA), sedangkan Peruri mampu memenuhi standar kwalitas terbaik karena merekalah perusahaan yang memang spesialisasi utamanya adalah dalam bidang percetakan uang – yang selalu menuntut akurasi yang sangat tinggi.

Alhamdulillah perusahaan-perusahaan milik pemerintah tersebut kini keduanya siap merespon kebutuhan Dinar yang ada di masyarakat. Bila selama ini Dinar yang kami sebar luaskan ke masyarakat adalah Dinar yang diproduksi oleh Logam Mulia, tentu ini akan kami lanjutkan karena LM telah berkomitmen untuk memenuhi kebutuhan Dinar masyarakat secara maksimal. Pada saat yang bersamaan peningkatan kebutuhan Dinar di masyarakat yang tinggi – yang beberapa bulan lalu bahkan sempat harus menunggu 1 – 2 bulan, insyaallah akan segera dapat terpenuhi seluruhnya karena adanya tambahan supply Dinar dari Peruri ini. Kini kami merasa lebih comfortable karena ada dua perusahaan milik pemerintah yang siap mem-backup kebutuhan Dinar yang disebar luaskan melalui situs ini dan agen-agen-nya.

Dinar Peruri yang design dan sample produk-nya sudah kami terima dapat dilihat pada gambar dibawah. Dibandingkan dengan Dinar LM, Dinar Peruri kelihatan lebih kecil karena faktor diameter. Dinar LM berdiameter 23 mm, sedangkan Dinar Peruri berdiameter 20 mm. Untuk mengimbangi diameter yang lebih kecil ini, Dinar Peruri lebih tebal dari Dinar LM. Namun keduanya memiliki berat yang sama 4.25 gram dan kadar karat yang sama pula yaitu 22 karat atau 91.7%. Dari sisi ciri khas design yang mudah dikenali, bila Dinar LM menggunakan gambar timbul berupa Ka’bah di Masjidil Haram – Dinar Peruri menggunakan gambar timbul masjid Istiqlal – Jakarta.

Insyaallah Dinar Peruri ini akan available dalam satu sampai dua bulan kedepan karena saat ini sudah dalam finalisasi process pencetakannya. Bila saatnya nanti Dinar Peruri sudah benar-benar diproduksi, kami akan memberlakukannya secara sama dengan Dinar LM. Selain harga jual dan harga beli-nya yang sama; masyarakat bisa menukarkan Dinar LM yang dipegangnya dengan Dinar Peruri dan juga sebaliknya dari Dinar Peruri ke Dinar LM. Bila stok keduanya ada, klien-klien GeraiDinar dan jaringan agennya boleh memilih salah satu dari keduanya atau kombinasi dari keduanya – tergantung preferensi masing-masing.

Kehadiran Dinar Peruri ini adalah hasil kerjasama Peruri dengan Gerai Dinar. Peruri menyediakan infrastruktur percetakan uangnya yang sangat canggih dengan teamnya yang sangat berpengalaman, sedangkan Gerai Dinar menyediakan bahan baku dan pasarnya. Kerjasama ini juga menandai babak baru dalam penyebaran Dinar ke masyarakat. Pertama masyarakat bisa memiliki pilihan dari Dinar-Dinar yang diproduksi oleh dua perusahaan negara yang masing-masing sangat berkompetent dibidangnya tersebut diatas, dan yang kedua ketersediaan supply Dinar insyaAllah akan menjadi semakin terjamin.

Semoga Allah senantiasa memudahkan jalanNya bagi kita semua untuk beramal yang diridloiNya.

Selasa, 08 Maret 2011

‘Intan Berlian’ Di Sekitar Kita, Bagaimana Menggosoknya...?

Oleh Muhaimin Iqbal
Senin, 07 March 2011 06:58

Pada Acara piala sepak bola dunia 2006 di Jerman, saya termasuk yang memperoleh pengalaman luar biasa bisa menyaksikan acara bergengsi yang menjadi perhatian seluruh dunia tersebut secara langsung di balkon VIP FIFA Arena - Munich. Bukan hanya itu, layanan VIP juga diberikan oleh tuan rumah yang saya kunjungi sejak saya turun dari pesawat. Tidak seperti biasanya ketika kita masuk negeri orang harus antri melalui jalur custom dlsb., hari itu mereka mengirim limousine langsung ketangga pesawat – agar saya bisa dibawa melalui jalur khusus – yang tidak perlu berurusan dengan custom, bagasi dan tetek bengeknya. Mengapa mereka memberikan penghargaan secara luar biasa – bak para bintang World Cup – ke saya hari itu ?. Itu karena ada perusahaan raksasa negeri itu yang eager sekali - ingin belajar tentang konsep ekonomi Islam dari saya !.



Di Jerman saat itu sedang digodog peraturan baru tentang asuransi kesehatan swasta yang mereka pandang selama ini berjalan kurang adil kepada para pemegang polisnya. Kita tahu di Jerman dan seluruh dunia (termasuk di Indonesia hingga saat ini), semakin tua seseorang akan membayar premi asuransi kesehatan yang semakin mahal – katanya karena faktor risiko yang semakin tinggi.



Tetapi perusahaan asuransi (sengaja) lupa dalam satu hal, bahwa rata-rata orang yang bekerja membayar premi asuransi kesehatan sampai 20 tahun lebih – tanpa klaim , ini adalah rentang waktu rata-rata sejak orang memasuki dunia kerja awal usia 20-an sampai usia awal 40-an, mayoritas orang tidak pernah masuk rumah sakit di rentang usia ini.



Peluang orang masuk rumah sakit menjadi lebih tinggi setelah usianya di pertengahan 40-an keatas, maka disinilah perusahaan asuransi mengenakan premi yang mahal itu. Sepintas nampak seolah logikanya benar, tetapi logika ini di challenge oleh para pembuat peraturan di Jerman – yang mempertanyakan : "lantas dimana premi yang dibayar rata-rata orang sejak usia 20-an sampai awal 40-an tersebut ?". Dari sinilah awal muawal-nya mereka menggodog peraturan yang tidak akan lagi mengijinkan perusahaan asuransi kesehatan swasta negeri itu menaikkan premi kepada nasabahnya – hanya karena nasabah tersebut bertambah tua !.



Di tengah kepusingan mengantisipasi peraturan yang baru tersebut, salah seorang eksekutif perusahaan raksasa negeri itu mendengarkan ceramah saya di Singapore tentang konsep ta’awun dalam memikul biaya kesehatan yang bisa diterapkan di jaman modern sekalipun. Bahwa perusahaan asuransi tidak seharusnya mengakui premi yang dibayarkan nasabahnya sebagai pendapatan mereka. Premi tetap milik nasabah mereka (secara bersama-sama) sampai kapanpun, hak perusahaan hanyalah fee atau ujroh atas pengelolaannya yang besarnya disepakati dengan nasabah di awal masa pertanggungan.



Maka selesai seminar, eksekutif tersebut mendekati saya dan mengundang saya untuk menjelaskan konsep tersebut lebih detil di negerinya - Jerman. Agar saya tidak menolaknya, maka mereka memberikan penawaran yang luar biasa – yaitu atas kesediaan saya ceramah satu jam di negerinya – mereka akan membayari tiket VIP World Cup lengkap dengan layanan VIP sejak turun pesawat seperti yang saya ceritakan di awal tulisan ini.



Terus terang sebenarnya saya bukan penggila bola, saya penuhi undangan tersebut juga bukan karena layanan VIP-nya. Tetapi yang menarik saya waktu itu adalah mengapa orang-orang diluar Islam begitu antusiasnya mempelajari detil tentang syariat ini dan bagaimana aplikasinya di bisnis mereka. Sebelum di Jerman tersebut, beberapa kali saya juga berkesempatan menceramahkan konsep ta’awun di Lloyd of London – pusat keuangannya Inggris. Dari diskusi dengan para eksekutif tersebut-lah saya tahu bahwa mereka sedang mencari solusi atas masalah-masalah yang mereka hadapi, dan solusi ini bisa jadi datang dari Islam.



Ironi memang, disatu sisi sebagian mereka membenci Islam tetapi sebagian yang lain mengakui keunggulan solusi-solusinya. Sehingga jangan heran misalnya di beberapa negara yang Islam dibenci oleh sebagian rakyatnya, (sebagian) pelaku ekonominya pada meng-klaim bahwa negeri atau kota mereka-lah yang akan menjadi Islamic Financial Hub-nya !. Bagaimana ini bisa dijelaskan ?. Bukan hanya para eksekutif yang mendengarkan saya yang belajar syariat akhirnya - saya sendiri juga belajar melihat syariat ini dari sudut pandang yang lain.



Sesuai janji Allah : “Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman” (QS 3 : 139), maka sesungguhnya apa-apa yang dihasilkan oleh ajaran Islam ini pastilah sangat tinggi nilainya.



Ekonomi yang berdasarkan prinsip-prinsip nilai Islam misalnya, ia ibarat intan berlian yang selama ini terkubur dalam-dalam oleh system ribawi, kapitalisme, neoliberalisme dlsb. Bagi orang yang tahu bahwa ini sesungguhnya intan berlian, maka dia berusaha menggosoknya tanpa lelah sehingga bebas dari segala macam debu yang menutupinya, menggosoknya terus sampai mengkilap menampakkan keindahan aslinya. Setelah intan berlian tersebut benar-benar bebas dari debu-debu yang menutupinya, maka siapapun yang melihatnya – baik dia muslim maupun non muslim – semua bisa menikmati keindahannya, barangkali inilah salah satu tafsir ...Rahmatan Lil – ‘Alamin itu....!.



Sejak saat itulalah saya berpikir untuk terus menggosok intan berlian – intan berlian berikutnya yang ada di sekitar kita yang masih begitu banyak terkubur oleh debu riba, materialisme, kapitalisme dan konco-konconya. Maka selain Dinar ada Project Gedebog Pisang, Kambing Putih, Bazaar Madinah dlsb. Tetapi kemampuan saya terbatas, banyak sekali intan berlian- intan berlian lainnya yang perlu digosok, dan inilah kesempatan Anda untuk melakukannya juga.



Sulitkah ini ?. ya nggak usah ambil yang sulit seperti program asuransi kesehatan yang memerlukan teknik aktuaria yang sangat njlimet dalam contoh tersebut di atas, ambil yang Anda bisa di lingkungan Anda dan yang sesuai dengan bidang yang Anda kuasai. Untuk konkritnya, saya beri contoh elaborasinya dari kasus pedagang imaginer penjual beras pak Abdullah yang saya perkenalkan ke Anda melalui tulisan saya tanggal 2 maret lalu dengan judul “Model Kemakmuran Para Pedagang...”.



Setelah Pak Abdullah membaca tulisan saya berikutnya tanggal 04 Maret 2011 dengan judul “10 Hal Yang InsyaAllah Mendatangkan Keberkahan Dalam Perdagangan...”, pak Abdullah menjadi tahu bahwa salah satu penyebab yang bisa menghilangkan keberkahan jual belinya adalah bila dia tidak ungkapkan cacat barang dagangannya kepada para pembeli.



Sedangkan dalam dunia perdagangan beras yang dijalaninya sehari-hari, amat sangat sulit bisa mengetahui secara akurat beras apa yang sesungguhnya dia jual. Beras dengan merek yang sama –pun ketika dimasak hasilnya bisa lain. Beras begitu mudah di-oplos oleh pedagang perantara, sehingga merek yang tercetak di karung begitu mudah dipalsukan dan tidak bisa menjadi jaminan atas kwalitas beras yang ada di dalam karung tersebut.



Menjadi lebih sulit lagi karena para pembeli membeli beras tersebut masih dalam kondisi mentah – dengan utmost good faith (prasangka yang sangat baik) - bahwa setelah dimasak nanti akan seperti yang diharapkan rasanya, bagaimana kalau ternyata setelah matang rasanya tidak seperti yang diharapkannya ?. Siapa yang salah ?.



Pertanyaan-pertanyaan ini menghantui pak Abdullah karena kekhawatirannya akan kehilangan keberkahan dalam jual belinya. Maka pak Abdulullah menelusuri asal-usul beras yang dijualnya, mendokumentasikannya dengan rapi, kemudian secara maksimal menginformasikan seluk beluk beras yang dijualnya tersebut kepada seluruh pembelinya.



Lebih dari itu agar calon pembeli memperoleh informasi yang sangat akurat tentang beras yang akan dibelinya, pak Abdullah memasak satu piring dari setiap jenis beras yang dijualnya setiap hari – kemudian menaruh sepiring beras yang telah menjadi nasi tersebut diatas beras yang dijajakannya – sebagai contoh. Dengan demikian calon pembeli bisa mengetahui, ini mentahnya , kalau dimasak dengan benar , ini pula matengnya ketika beras menjadi nasi.



Karena akurasi informasi yang pak Abdullah sajikan tersebut-lah maka dia menjadi pedagang beras yang insyaAllah tidak akan kekurangan pembeli baik muslim maupun non muslim. Para pembelinya kini dapat melihat beras ‘intan berlian’ yang telah digosok secara maksimal oleh pak Abdullah, bukan karena sekedar ingin laris dagangannya – tetapi lebih dari itu Pak Abdullah ingin agar jual beli yang dilakukannya mendatangkan berkah !.



Dengan contoh elaborasi bagaimana seorang pak Abdullah pedagang beras bisa menggosok ‘intan berlian’-nya ini, maka Anda-pun insyaAllah punya gambaran yang akurat tentang bagaimana menggosok ‘intan berlian’ yang ada di sekitar Anda. Setelah Anda melakukannya dengan sungguh-sungguh dan dengan ikhtiar yang maksimal, maka kilauan ‘intan berlian’ tersebut bukan hanya Anda yang bisa menikmatinya – tetapi masyarakat lain di sekitar Anda-pun bisa ikut menikmatinya. Bisa bukan ?. InsyaAllah.

Selasa, 16 November 2010

Menduga Masa Depan Harga Emas Dari Neraca Perdagangan...PDFPrintE-mail
Oleh Muhaimin Iqbal

Ketika krisis moneter melanda negeri ini tahun 1997/1998, ekonomi kita seperti luluh lantak. Pemutusan hubungan kerja meraja lela, banyak perusahaan yang harus tutup dan bahkan sampai kini Anda masih bisa menyaksikan korbannya berupa kota hantu di daerah Sentul. Suatu komplek yang semula direncanakan menjadi komplek perumahan mewah, semasa krisis moneter ditinggalkan pengembang dan calon pembelinya dengan menyisakan puing-puing bekas penjarahan. Namun obat yang begitu pahit bagi bangsa ini tersebut, ternyata menyembuhkan suatu penyakit kronis yang disebut defisit dalam neraca perdagangan.

Neraca Perdagangan RI 1980 - 2010 (s/d Juli 2010)

Neraca Perdagangan RI 1980 - 2010 (s/d Juli 2010)

Dari grafik di atas kita tahu bahwa selama belasan tahun sebelum krisis, Indonesia selalu mengalami defisit dalam neraca perdagangannya. Hanya setelah krisis moneter melanda, tiba-tiba kita menjadi surplus hingga kini. Lho kok bisa ?. Apakah industri kita lebih efisien sehingga lebih mampu bersaing dengan pasar global ?, apakah kita ada inovasi teknologi baru ?, produk ekspor unggulan baru ?, pasar tujuan ekspor baru ?. Tidak juga demikian !.

Kita menjadi tiba-tiba mampu bersaing karena nilai uang kita menjadi sangat rendah bila dibandingkan dengan rata-rata nilai daya beli uang negara-negara lain. Bila gaji buruh, pegawai dan bahkan direksi tiba-tiba nilainya tinggal seperempatnya karena nilai mata uang kita yang jatuh (1998); demikian pula dengan ongkos kandungan local dari industri-industri kita – pastilah produk-produk ekspor kita menjadi sangat kompetitif dari sisi harga.

Dari pengalaman Indonesia men-terapi penyakit kronisnya tersebut; kita tahu bahwa secara efektif kita bisa sembuh dari penyakit kronis defisit neraca perdagangan melalui kejatuhan nilai mata uang Rupiah kita.

Nah apa hubungannya neraca perdagangan ini dengan harga emas dunia ?. Karena harga emas dunia saat ini dinilai dengan US$, maka kita bisa menduga nasib harga emas dunia tersebut dari apa yang kiranya akan terjadi dengan daya beli US$ itu sendiri. Sekarang perhatikan grafik dibawah yang menunjukkan neraca perdagangan Amerika selama 30 tahun terakhir.

Neraca Perdagangan AS 1980-2010 (s/d Agustus 2010)

Neraca Perdagangan AS 1980-2010 (s/d Agustus 2010)

Mirip Indonesia sebelum krisis 1997/1998 ; Amerika ternyata juga telah menderita penyakit kronis defisit neraca perdagangan selama belasan tahun hingga kini. Penyakit kronis inilah yang dengan setengah mati diupayakan oleh Obama antara lain melalui kunjungannya keIndia dan Indonesia kemarin ini.

Sebagai ‘salesman’ yang berhasil memukau publik negara-negara yang dikunjunginya, bisa saja kunjungan-kunjungan tersebut akan meningkatkan ekspor Amerika ke negara-negara yang telah dikunjunginya. Namun peningkatan ini akan sulit sekali menyembuhkan penyakit kronis yang sudah menahun.

Lantas apa solusi yang efektif yang harus ditempuh Amerika ?, karena presidennya pernah belajar di Indonesia selama 4 tahun semasa kecil – harusnya Amerika kali ini juga mau belajar dari pengalaman Indonesia mengatasai penyakit yang sama sebelum 1997/1998 – bahwa terapi yang paling efektif untuk seketika membalik posisi defisit menjadi surplus adalah melalui devaluasi besar-besaran atau kehancuran daya beli mata uangnya !.

Hal ini bisa dilakukan secara malu-malu dan memberi nama yang indah – Quantitative Easing – misalnya, atau secara terang-terangan seperti Indonesia tahun 1997/1998 yang disebut krisis moneter. Cara pertama bisa menyembuhkan tetapi perlu waktu yang lebih lama, cara kedua akan menyakitkan tetapi ini terapi yang terbukti sangat efektif – paling tidak pernah dibuktikan di Indonesia !.

Mana-pun yang dipilih Amerika, tidak ada insentif apapun bagi mereka untuk menaikkan daya beli atau nilai tukar mata uangnya. Bila nilai tukar mata uang mereka naik – mereka akan semakin tidak kompetitif – yang berarti akan semakin membesarkan defisit neraca perdagangannya. Defisit neraca perdagangan yang terus menerus akan membawa kebangkrutan negara karena mereka terus mengkonsumsi barang dan jasa dari luar lebih banyak daripada yang mereka bisa jual keluar.

Jadi secara perlahan-lahan ataupun secara drastis, siapapun presidennya - Amerika akan cenderung membawa nilai tukar mata uangnya ke arah turun. Barang-barang yang dibeli dengan mata uang US$ dalam jangka panjangnya akan terus naik, meskipun perjalanan jangka pendeknya bisa saja bergelombang.

Maka ini pula yang akan terjadi dengan harga emas dunia, bergelombang dalam jangka pendek – tetapi arah jangka panjangnya sangat jelas. Wa Allahu A’lam.


Ketika US$ Jatuh, Apa Yang Terjadi Dengan Rupiah dan Harga Emas...?PDFPrintE-mail
Oleh Muhaimin Iqbal

Akhir September lalu ketika harga emas dunia mendekati angka psikologis US$ 1,300/Oz saya menulis tentang “Harga Emas : Tinggi Tetapi Tidak Ketinggian...”. Kini satu setengah bulan kemudian harga emas dunia terus melambung, jauh melewati angka psikologis US$ 1,300/Oz tersebut dan bisa jadi sedang menuju angka psikologis berikutnya. Mengapa seolah harga emas dunia ini begitu predictable ?, selain karena statistiknya begitu nyata, perilaku manusia-manusia yang mengendalikan daya beli US$ ini begitu mudah dibaca.

Jauh hari sebelum Quantitative Easing tahap 2 benar-benar diputuskan pekan lalu misalnya, pasar sudah menduganya – bahkan sampai ke angkanya yang hanya meleset sedikit (pasar menduga di kisaran US$ 500 Milyar, yang diputuskan US$ 600 Milyar ). Jadi gejala jatuhnya daya beli US$ ini sebenarnya adalah terang benderang seterang siang hari, apalagi apabila dilihat dari kaca mata Qur’ani yang memang sudah menjanjikan akan dimusnahkannya Riba (QS 2 : 176).

Lantas bila jatuhnya daya beli US$ begitu nyata, apakah kita bisa melihat jatuhnya daya beli Rupiah ?. Tidak semua orang mungkin bisa melihat bahwa daya beli Rupiah juga sedang jatuh. Ini adalah karena adanya bias alat ukur, yaitu bila Rupiah diukur dengan US$ - maka nilai tukar Rupiah yang saat ini (08/11/2010) berada di kisaran Rp 8,900/US$ - kelihatan Rupiah seolah lagi perkasa. Mobil yang lagi berjalan mundur akan kelihatan berjalan maju, bila dilihat dari mobil lain yang berjalan mundur lebih cepat.

Kita hanya bisa tahu bahwa daya beli Rupiah juga lagi jatuh ketika kita pakai Rupiah tersebut untuk membeli kebutuhan riil sehari-hari yang terus bertambah mahal. Lebih kentara lagi bila digunakan untuk membeli barang-barang yang memiliki nilai baku sepanjang zaman seperti emas atau Dinar. Grafik dibawah adalah ilustrasinya.

IDRX, USDX and GoldPrice

IDXR, USDX and GoldPrice

Grafik US$ Index adalah bila US$ dibandingkan dengan sekelompok mata uang kuat dunia, begitu pula grafik Rupiah Index. Di latar belakang adalah trend kenaikan harga emas dunia pada periode yang sama, jelas sekali bukan ?. Grafik garis hijau (US$ Index) turun, grafik garis merah (Rupiah Index) juga turun – pada saat yang bersaman grafik bidang emas (harga emas dunia US$/Oz) terus naik.

Maka karena saya belum bisa melihat akan adanya titik balik dari trend-trend terkini tersebut diatas; saya tetap dengan pendapat saya satu setengah bulan yang lalu – bahwa meskipun harga emas atau Dinar kini sudah sangat tinggi – tetapi tetap juga belum ketinggian !. Bukan hanya karena kelangkaan dan peminat yang terus bertambah, tetapi juga karena didorong oleh nilai tukar uang yang digunakan untuk membelinya terus mengalami penurunan. Wa Allahu A’lam.


Rabu, 11 Agustus 2010

Pergeseran Paradigma Dalam Penggunaan Emas...PDFPrintE-mail
Oleh Muhaimin Iqbal

Mungkin ada yang luput dari pengamatan para ekonom secara umum, bahwa dalam sepuluh tahun terakhir (2000-2009) ternyata ada pergeseran paradigma yang luar biasa dalam penggunaan emas dunia. Berdasarkan data yang dikumpulkan secara rutin oleh World Gold Council (WGC) atau Dewan Emas Dunia , permintaan emas di seluruh dunia untuk kebutuhan perhiasan telah mengalami penurunan terus menerus dari 3,204 ton tahun 2000, tinggal 1,747 ton tahun 2009 lalu atau turun 45 %.

Sebaliknya, permintaan emas untuk kebutuhan investasi retail terus menerus mengalami peningkatan kebutuhan dari 166 ton tahun 2000, menjadi 676 ton tahun 2009 atau mengalami kenaikan empat kalinya. Bentuk investasi emas yang lain yang dikenal dengan ETF (Exchange Traded Fund) yang baru muncul pada tahun 2003 di bursa-bursa dunia barat seperti Paris, Zurich, London dan New York, juga menanjak sangat significant dari Nol tahun 2002, mencapai 595 ton tahun 2009 atau hampir mengejar penggunaan pada investasi retail.

Kebutuhan yang relatif stabil adalah kebutuhan emas untuk industri. Pada tahun 2000 kebutuhan ini mencapai angka 451 ton, tahun 2009 angka ini pada 368 ton. Lebih detil tentang pergeseran ini dapat dilihat pada grafik dibawah.

Gold Demand 2000-2009 (Ton)

Luputnya pergeseran kebutuhan tersebut dari pengamatan para ekonom, dugaan saya sendiri adalah karena para ekonom biasanya meganalisa segala sesuatu berdasarkan unit account currency yang berlaku. Para ekonom dunia misalnya menggunakan US$ untuk memantau segala yang terjadi dalam pergerakan ekonomi.

Bila data tersebut diatas diamati dari kacamata US$ misalnya, tidak akan nampak pergeseran kebutuhan tersebut karena kebutuhan baik untuk perhiasan, investasi retail, ETF maupun kebutuhan industri semuanya naik. Kenaikan harga emas sepuluh tahun terakhir begitu besarnya sehingga mampu ‘menyembunyikan’ penurunan kebutuhan emas untuk perhiasan tersebut diatas.

Gold Demand 2000-2009 (U$ Bio)

Gold Demand 2000-2009 (US$ Bio)

Lantas apa pentingnya memahami perubahan kebutuhan tersebut bagi kita ?. Meskipun secara statistik dunia, penggunaan emas untuk uang tidak bisa didata lagi karena berdasarkan rezim keuangan global yang dikomandoi IMF – emas untuk uang terlarang sejak Agustus 1971, pergeseran emas untuk investasi ini sesungguhnya adalah selangkah maju menuju emas untuk uang.

Karakter emas sebagai investasi adalah likuid dan standar, sedangkan karakter emas perhiasan adalah tidak standar dan kurang likuid. Jadi sepuluh tahun terakhir telah tumbuh lebih banyak emas yang bersifat likuid, sedangkan permintaan emas untuk menjadi perhiasan yang kurang likuid menurun.

Di tanah air, perkembangan yang menarik tentang likuid-isasi emas juga terjadi secara significant. Kalau dahulu hanya Perum Pegadaian yang bisa menerima gadai, kini bank-bank syariah berlomba dengan produk gadai emas-nya. Ini saya pandang sebagai hal yang baik karena asset-asset berupa emas, baik lantakan, Dinar maupun perhiasan kini mudah menjadi likuiditas untuk menggerakkan sektor riil. Tidak harus dijual, tetapi bisa juga digadai.

Untuk lebih meningkatkan penggunaan emas untuk kegiatan produktif ini, saat ini kami bersama beberapa BMT di berbagai kota tengah mengembangkan solusi pembiayaan micro berbasis Dinar. Microfinance berbasis uang fiat yang lagi ngetop di seluruh dunia saat ini, insyallah akan segera menemukan sparring partner-nya yaitu microfinance yang berbasis emas atau Dinar yang kita sebut MicroDinar.

Pengelola koperasi dan BMT yang berminat untuk bekerjasama dengan kami dalam pengembangan produk-produk pembiayaan mikro berbasis Dinar atau MicroDinar ini dapat menghubungi kami untuk elaborasi lebih lanjut. Melalui sektor mikro yang mengurusi hajat hidup orang banyak inilah insyallah kita bersama bisa memenuhi apa yang dipesankan dalam Ayat “...supaya harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu...”. (QS 59:7),


Sanering, Redenominasi dan Reorientasi Nilai...PDFPrintE-mail
Oleh Muhaimin Iqbal

Adalah konsekwensi logis dari mata uang yang terus mengalami inflasi akan bertambah terus nol-nya dari waktu ke waktu. Untuk Rupiah, tiga angka nol yang pernah dibuang dengan susah payah tahun 1965/1966 melalui apa yang dikenal dengan Sanering Rupiah , tiga angka nol tersebut 32 tahun kemudian kembali memenuhi angka uang kita bahkan kembalinya cenderung tidak cukup tiga angka nol, melainkan malah menjadi empat atau bahkan lima angka nol. Mau bukti ?, lihat di dompet Anda – kemungkinan besar hanya uang dengan empat atau lima angka nol yang ada di dompet – karena yang nolnya hanya tiga kemungkinan sudah untuk bayar parkir, masuk kencleng infaq atau diberikan ke Pak Ogah...

Akibat dari bertambahnya angka nol terus menerus tersebut, secara berkala memang dibutuhkan otoritas yang berani mengambil keputusan untuk me-reset kembali agar angka-angka nol tersebut kembali ke jumlah semula. Proses me-reset ini bisa melalui Sanering bila ekonomi lagi gonjang-ganjing, atau melalui proses Redenominasi bila ekonomi lagi stabil. Yang pertama (Sanering) disertai penurunan daya beli masyarakat melalui pemotongan nilai, yang kedua (Redenominasi) hanya pencatatan beberapa angka nol-nya yang dihilangkan sedangkan daya beli masyarakat seharusnya tidak berubah.

Proses keduanya membuat panik, menyakitkan, membingungkan dan segala macam konsekwensinya – tetapi saya sendiri berpandangan justru harus dilakukan dengan berani dan cepat. Bila berlama-lama, justru akan membuat kebingungan dan ketidak pastian yang lama. Bila kita menutup mata, justru angka-angka nol yang bisa terus bertambah tersebut akan berlama-lama merepotkan dan menghantui kita semua.

Bila dilakukan dengan berani dan cepat; rasa sakit tersebut akan berlangsung cepat – namun setelah itu kita akan bersyukur telah melalui masa yang menyakitkan tersebut. Bayangkan bila tahun 1965 (diimplementasikan sampai 1966) pemerintah negeri ini tidak berani mengambil keputusan Sanering – Indonesia mungkin tidak akan pernah bisa membangun – dan bisa Anda bayangkan berapa angka nol uang kita sekarang ?.

Demikian pula bila otoritas sekarang tidak berani mengambil keputusan untuk meng-implementasikan proses Redenominasi ini; berapa angka nol uang kita pada saat Anak Anda yang baru lahir sekarang masuk perguruan tinggi delapan belas tahun yang akan datang ?. Jadi Redenominasi tetap harus dilakukan, tinggal masalahnya kapan dan siapa yang berani mengambil keputusan tidak popular tetapi perlu ini. Saya mengenal cukup baik (Pjs) Gubernur BI yang sekarang dan sungguh saya berharap beliau berani melakukannya, karena bila tidak maka yang terjadi adalah membiarkan hantu Redenominasi ini berlarut-larut ke pejabat berikutnya, kemudian pejabat berikutnya lagi dst.

Bila Redenominasi tidak dilakukan, ironi yang terjadi seperti yang kita alami sekarang akan terus berlanjut. Ironi karena rata-rata penduduk Indonesia secara harfiah dapatdisebut ‘Jutawan’ (Millionaire) karena PDB Per kapita kita mencapai lebih dari Rp 24,000,000/ tahun, tetapi rata-rata ‘Jutawan’ tersebut adalah orang miskin menurut standar Islam – karena nilai Rp 24,000,000,- ini hanya setara sekitar 16.50 Dinar atau tidak mencapai nisab zakat yang 20 Dinar.

Bila keputusan Redenominasi benar-benar dilaksanakan, yang perlu dipersiapkan oleh masyarakat adalah proses Reorientasi nilai. Mengapa proses ini perlu ?, berikut saya berikan ilustrasinya.

Saya pernah mendengar keluhan pelayan hotel di daerah wisata negeri ini yang dikunjungi banyak turis asing. Ketika mereka mengantarkan pesanan room service, sering diberi tips hanya Rp 1,000,- atau bahkan koin Rp 500,-. Hal yang sama yang terjadi pada sopir taksi, para wisatawan asing tersebut tidak jarang yang menagih kembalian meskipun kembalian tersebut hanya Rp 1,000,- atau bahkan Rp 500,-.

Mengapa kesan pelitnya beberapa turis asing tersebut terjadi ?; inilah masalah Reorientasi nilai itu. Meskipun sebelum datang ke Indonesia mereka sudah pelajari angka-angka di uang kita ini dan konversinya ke nilai uang mereka; Orientasi nilai dibenak mereka masih tetap menyatakan bahwa angka 1,000 atau 500 adalah angka yang besar. Karena ketika membayar tips dan menagih kembalian, otak mereka tidak selalu sempat mengkonversi nilai ke angka nilai yang benar – maka itulah yang terjadi, nilai tips hanya Rp 1,000 dan uang kembalian taksi secara recehan –pun diminta.

Ini pula yang akan terjadi pada proses Redenominasi, orientasi di otak kita telah terbiasa dengan angka-angka besar. Ketika angka-angka tersebut berubah menjadi kecil, kita harus melatih otak kita untuk terbiasa dengan angka-angka yang menjadi kecil ini. Nampaknya mudah, tetapi karena ini harus terjadi secara massal bagi seluruh pengguna Rupiah – maka diperlukan sosialisasi yang efektif.

Apa dampaknya bila Reorientasi nilai tidak berjalan efektif ?, harga-harga bisa kacau. Misalnya si embok tukang bayem biasa menjual satu ikat bayemnya Rp 2,500,-. Dalam mata uang Rupiah baru angka tersebut seharusnya menjadi Rp 2.5,- tetapi dibenak si embok menyatakan bahwa angka Rp 2.5 ini terlalu kecil, maka dinaikanlah harga bayem dinaikkan menjadi Rp 3,-. Tanpa sadar Anda sebagai pembeli-pun meresponse angka Rp 3 tersebut dapat diterima karena lebih mudah membayarnya – dan terasa kecil oleh Anda. Maka apa yang terjadi sesungguhnya adalah inflasi 20% terhadap harga bayem.

Jadi baik produsen, pedagang mapun konsumen harus membiasakan kembali response otomatisnya yang akurat terhadap harga atau nilai barang-barang yang wajar – inilah Reorientasi yang saya maksud.

Disinilah sebenarnya keunggulan dan kebenaran Islam itu dapat terbukti dengan jelas. Kita tidak perlu kehilangan orientasi dalam hal apapun dan kapanpun – karena tuntunannya, arahannya, nilai-nilainya berlaku baku sepanjang zaman. Seperti sholat yang kita tidak perlu lagi bertanya menghadap kemana, tinggal kita tahu dimana kita berada dan dimana Ka’bah berada – maka seluruh umat sepakat kesitulah kita menghadap.

Demikian pula dalam hal nilai, kita bisa dengan mudah dan jelas dengan timbangan yang tidak pernah berubah untuk menimbang siapa yang kaya dan siapa yang miskin dengan nishab zakat yang 20 Dinar. Yang kaya wajib membayar zakat, yang miskin berhak menerima zakat – betapa kacaunya hak dan kewajiban ini seandainya nilai nishab tersebut perlu Sanering ataupun Redenominasi dari waktu kewaktu.

Maka saya-pun berandai-andai, Seandainya saja otoritas yang ada sekarang berani menggunakan satuan Dinar setidaknya sebagai unit of account atau timbangan yang adil – maka generasi-generasi yang akan datang dan gubernur-gubernur bank sentral yang akan datang sampai hari kiamat akan bersyukur – betapa mudahnya tugas mereka karena tidak harus lagi dari waktu ke waktu mengambil keputusan yang amat sangat sulit seperti Redenominasi Rupiah ini.

Sekali Dinar digunakan, nilai/daya belinya stabil – 1 Dinar satu kambing tetap sampai akhir zaman, maka tidak akan lagi pernah diperlukan Redenominasi atau bahkan Sanering. Bila ini terjadi maka Reorientasi juga tidak akan perlu dilakukan lagi. WaAllahu A’lam.


Rabu, 14 Juli 2010

Fluktuasi Harga Emas : Lain Dollar Lain Rupiah...PDFPrintE-mail
Oleh Muhaimin Iqbal

Ketika diawal tahun 80-an Presiden Amerika Ronald Reagan berhasil menurunkan inflasi di negaranya tinggal kurang dari ¼-nya dalam tiga tahun awal pemerintahannya (dari 13.56% ke 3.22 % !), harga emas dunia dalam US$ serta merta mengikuti trend menurun dari angka US$ 615/Oz ke titik terendah US$ 271/Oz dua puluh tahun kemudian (2001). Dan sejak diturunkan oleh Reagan tersebutlah rezim inflasi Rendah di Amerika relatif bisa dipertahankan atau setidaknya tidak kembali ke double digit seperti pada pemerintahan sebelum Reagan hingga sekarang.

Apakah ketika harga emas dunia turun selama bertahun-tahun tersebut harga emas dalam Rupiah ikut turun ?, ternyata tidak. Ketika harga emas dunia bearish (menurun) selama dua puluh tahun; harga emas di Indonesia hanya turun dua tahun saja yaitu dari kisaran Rp 11,500/Gram (1980), turun ke angka Rp 7,000/Gram (1982) dan kembali naik melebihi angka tertinggi sebelumnya Rp 12,000/Gram (1983) terus sampai puncaknya 15 tahun kemudian pada krisis moneter 1998 ketika emas berada pada kisaran angka Rp 149,000/Gr.

Pasca krisis moneter memang emas sempat turun lagi selama dua tahun sampai titik terendah Rp 58,000/Gram tahun 2000, tetapi setelah itu dari tahun ketahun harga emas naik sampai ke angka sekarang di kisaran harga Rp 350,000/Gram.

Poin yang ingin saya sampaikan adalah, karena uang yang kita pakai sehari-hari Rupiah sedangkan harga emas dunia dalam US$; tidak serta merta apabila harga emas dunia mengalami penurunan – kita yang di Indonesia dengan uang Rupiah kita bisa ikut menikmati penurunan tersebut.

Sebaliknya juga demikian, ketika US$ babak belur sehingga harga emas dunia naik sampai sekitar 30% selama setahun terakhir – tidak serta merta pula harga emas kita dalam Rupiah mengikuti kenaikan tersebut. Rupiah yang lagi perkasa mampu menahan kenaikan harga emas setahun terakhir sehingga hanya mengalami kenaikan kurang lebih separuh dari kenaikan harga internasionalnya.

Perilaku harga emas dalam Rupiah yang berbeda dengan harga emas dalam US$ ini dapat lebih jelas bila dilihat dalam grafik-grafik seperti dibawah. Untuk 40 tahun terakhir, perhatikan di awal tahun 80-an sampai 2000 – dimana Rupiah tidak mengikuti trend penurunan harga emas dunia – bahkan mengalami kenaikan yang sangat significant di tahun 1998.

Trend Harga Emas 40 Tahun

Trend Harga Emas 40 Tahun

Untuk grafik 10 tahun terakhir – perhatika periode akhir 2008- awal 2009 ketika Rupiah sempat anjlok ke kisaran Rp 12,000-an/US$. Pada saat itu harga emas dunia turun tetapi dalam Rupiah malah melonjak naik.

Trend Harga Emas 10 Tahun

Trend Harga Emas 10 Tahun

Untuk grafik 1 tahun terakhir dimana Rupiah perkasa, perhatikan grafik Rupiah yang lebih landai karena mampu menahan kenaikan harga emas dalam Rupiah sekitar separuh dari kenaikannya dalam US$.

Trend Harga Emas 1 Tahun

Trend Harga Emas 1 Tahun

Jadi bila pendapatan kita masih dalam Rupiah, kita tidak bisa hanya mengandalkan analisa emas Global untuk memahami trend harga emas kedepan. Kita kudu paham juga tentang situasi ekonomi politik dalam negeri khususnya terkait angka-angka inflasi. Wa Allahu A’lam.